Persaudaraan itu Sesederhana Konfirmasi

by Rabu, Desember 16, 2015 0 komentar
“Karena Ukhuwah itu sesederhana konfirmasi..”




Sebuah kutipan berharga dari seorang Senior, lima kata yang cukup menjadi pengingat betapa krusialnya masalah konfirmasi dalam pergerakan organisasi ini.


Hal ini juga yang menjadi bahan evaluasi pada pertemuan pekanan kemarin, bersama sahabat-sahabat melingkar yang selalu menginspirasi.

Tidakkah engkau tahu anakku, segala ‘udzur telah dihapus dengan firmanNya,
“Berangkatlah dalam keadaan ringan ataupun berat!?"
-Abu Ayyub Al Anshari, Radhiyallaahu ‘Anhu-

Ruhul Istijabah (semangat menyambut seruan). Kita seharusnya telah lama tahu mengenai makna kata ini. Tapi kenyataannya kita hanya tahu, belum memahaminya. Bagaimana mungkin kita mengaku memahaminya jika kita masih saja sering terlambat datang ke majelis ilmu. Sehingga efektifitas fungsi majelis ilmu itu berkurang karena keterlambatan dan ketidakdisiplinan dalam konfirmasi. Bagaimana disebut paham jika target-target amal harian kita sering tidak tercapai.

Ruhul istijabah itu tidak akan tercapai tanpa adanya kekuatan iman (qowiyul iman) dalam diri seseorang. Karena apa lagi jika bukan iman yang mengakar kuat, yang menggerakkan keberanian kaum muslimin untuk bergerak di medan Badr. Apa lagi jika bukan iman yang menghujam ke dasar hati yang menggerakkan si tua-pincang Amr bin Jamuh untuk memenuhi panggilan Jihad di medan Uhud sementara dia mendapat keringanan dari Rasulullah, “Sehingga dengan kaki pincangku ini aku akan dapat berjalan-jalan di Surga!”. Apa lagi ya? Jika bukan iman yang melahirkan tekad yang tajam yang menggerakkan tubuh Anas bin Nadhir untuk bergerak maju ke depan di saat pasukan muslim mundur terdesak. “Ya Saad!” teriaknya, “Surga! Surga! Aku mencium baunya di bukit Uhud!”. Lagi-lagi di Medan Uhud. Bahkan, apa lagi jika bukan iman yang menumbuhkan kecintaan kepada Rabb melebihi kecintaan pada istri, yang membuat Hanzhalah bangkit dari kenikmatan malam pertamanya dengan sang istri untuk bersegera memenuhi panggilan Jihad, padahal dia sedang junub. Hingga para malaikatlah yang memandikannya.

Lalu dimana posisi kita dari berderet-deret barisan mereka yang telah menunjukkan komitmennya di jalan mulia ini? Sedangkan kita? Liqo’ saja masih sering telat, bahkan banyak alasan untuk tidak hadir, terget amal harian yang sering kosong, dan sederet amal-amal yang sungguh memalukan dibanding pendahulu kita. #Astaghfirullah T.T

Apalah kita ini dibanding umat-umat binaan Rasulullah yang begitu bersemangat menyambut seruan jihad. Mereka segera bergegas tanpa ada rasa takut, keluh kesah, dan gundah gulana. Semua menyambut dengan wajah yang cerah, karena mereka telah mencium dua bau, bau kemenangan umat Islam, atau bau wangi nan indahnya Surga.

”Berangkatlah kamu dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan dirimu di jalan Allah, yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (At-Taubah :41).

Atau pribadi-pribadi seperti Utsman bin Affan dan Abdurrahman bin Auf yang terkenal dengan kontribusi hartanya terhadap Islam yang sungguh hebat. Bahkan tak kalah Abu bakar Ash Shiddiq yang dengan hartanya yang tidak sebanyak dua sahabat kaya di atas, malah lebih hebat lagi, seluruh hartanya ia berikan untuk Islam. “Bagi anak dan istriku, aku tinggalkan mereka demi Allah dan RasulNya..”ujarnya,

Lagi-lagi kita harus menggigit jari. Ah, sungguh kita ini bahkan lebih kerdil dari sebutir buih bila dibandingkan dengan pribadi-pribadi mereka. Seharusnya kita malu dengan gelar ‘Aktivis Tarbiyah atau Aktivis Dakwah’ yang tertera di kepala kita masing-masing. Kita lebih sering mengabaikan ajakan dari Murobbi yang mungkin beliau dengan susah payahnya meluangkan waktu untuk kita. Kita sungguh tak menyadari atau seringkali melupakan beban besar yang tertempa di pundak kita. Beban yang bahkan Rasulullah beruban karenanya. Tapi kita, sekedar tergerak pun jarang. #Astaghfirullah.

Maka tetaplah menjadi pembelajar, tetaplah berkumpul dengan sahabat shalih lainnya. Sungguh di zaman fitnah ini apa lagi yang akan menguatkan dan mendekatkan kita pada Allah, selain binar cerah wajah penuh ketawadhu’an saudara-saudara kita. Bukankah mukmin dengan mukmin lainnya adalah bagaikan cermin. Maka ambillah apa yang kurang di dirimu dari saudaramu.

Ah Allah, surga itu terasa jauh. Amat jauh. Kiranya Engkau himpun yang berserakan dari diri kami. Mengembalikan apa-apa yang hilang dari diri kami. Dan melengkapi apa-apa yang kurang dari diri kami. Sehingga kami pantas untuk memikul risalah mulia yang orang-orang mulia dahulu telah memikulnya :')

Baca juga artikel tentang luruhnya budaya konfirmasi.

***

Solo, 16 Desember 2015
Tulisan pribadi, sebagian menyadur dari kisah Sirah Nabawi dan beberapa referensi lainnya.

#PengingatDiri
#YukKonfirmasi
#SemangatMenyambutSeruan


Ika Setyasari

Developer

Catatan inspirasi dari seorang pembelajar yang selalu berusaha untuk memberikan manfaat kepada semesta ^^ Catatan inspirasi yang insyaAllah akan menjadi saksi pertanggungjawaban kepada Allah kelak :) Selamat datang di Blog saya. Ambil petuah yang baik, buang petuah yang buruk. Catatan Inspirasi juga ada di ikasetyasari.tumblr.com. Kritik dan saran selalu penulis tunggu :)

0 komentar:

Posting Komentar